Sebenarnya
saya tak berniat membuat balasan dari tulisan saudara Randi, karena Tulisan
Randi mengupas tulisan yang dituliskan Wilingga. Lebih baik lagi jika Wila yang
juga membalasnya. Tulisan Wila menyoal pelarangan perempuan ikut rapat di malam
hari. Namun, Ada poin-poin yang harus
saya jelaskan mengenai tulisan Randi. Terutama poin kedua. (tulisan dapat
dibaca di http://bahanamahasiswa.co/2018/09/05/paradoksnya-sikap-bem-unri-soal-demokrasi/
).
Kami
memprediksi dari awal, akan ada opini balasan dari pengurus BEM yang tengah
aktif saat ini. Ternyata yang mengeluarkan opini ialah Randi yang telah menjadi
Alumni di UNRI, bukan Randi Presiden Mahasiswa. Judulnya Jangan Jadikan Gender Jadi Alat Untuk Populer. Tapi tak apa, ini
bagus untuk kedepannya, saling mengeluarkan pendapat di blog masing-masing.
Toh, Tak ada masalah kan?
Siapa yang boleh mengeluarkan Opini
atau Pendapat?
Saya mulai
dari Struktur Kepengurusan Bahana. Struktur ini sudah saya jelaskan juga saat
Pengenalan Unit Kegiatan Mahasiswa kepada mahasiswa baru di lapangan open space depan Faperta.
Ada tiga
Pemimpin/Pimpinan dalam Struktur Bahana.
Pertama,
Pemimpin Umum, sebagai pengambil kebijakan teratas dalam setiap
kegiatan-kegiatan yang dijalankan. Bahasa sederhananya, ia Ketua Bahana. Kedua,
Pemimpin Redaksi tugasnya bertanggung jawab atas keredaksian (tulisan) di semua
produk bahana, baik online maupun cetak. Terakhir,
Pemimpin Perusahaan, tugasnya bertanggungjawab dalam “menghidupi” Bahana,
mengurusi keuangan dan aset-aset di Bahana. Pimred diisi Eko Permadi, mahasiswa
Fakultas Hukum.
Di Bahana, tak
ada masalah siapa yang harus menuliskan opini ataupun pernyataan sikapnya.
Randi sempat menyinggung pada poin kedua di blognya, dimana opini ditulis oleh
Wilingga, bukan oleh Ketuanya.
Saya harus
jelaskan posisi Wilingga di Bahana. Saya mencoba memperkenalkan kepada Randi
yang “katanya” belum kenal dengan asal dan rupanya.
Wilingga, biasa
dipanggil Wila. Ia bergabung di Bahana bukan kemaren sore. Ia bergabung di sejak
Maret 2014. Jabatannya pun kini tak sembarang, Pemimpin Perusahaan. Terlebih
lagi, ia seorang perempuan. Jadi apa salahnya dia yang menulis.
Bukan kali
pertama Bahana mengeluarkan opini ataupun pernyataan sikap di website. Persoalan
mengenai siapa yang menulis opini dan mewakili tak jadi soal di Bahana, tak
harus Pemimpin Umum yang mengeluarkan pendapat atau pernyataan.
Enam bulan
lalu Bahana publikasikan pernyataan sikap mengenai kegiatan di Musrenbang.
Kebetulan saat itu saya sendiri yang menyampaikan dalam tulisan, dan jabatan
saya saat itupun bukan Ketua, tapi Redaktur Pelaksana, satu tingkat dibawah
Pemimpin Redaksi. Tulisan dapat dilihat di http://bahanamahasiswa.co/2018/02/06/musrenbang-di-luar-provinsi-ini-yang-namanya-efisiensi-anggaran/#.W5Fezs4zbIU.
Februari
2018, saya dan Wilingga datang di rapat BEM di Sekre DPM, pada malam hari. Tak
ada penolakan dari Rinaldi, Presiden Mahasiswa saat itu. Pertemuan berjalan
lancar hingga akhir. Tak ada satupun kalimat di malam itu yang meminta
perempuan untuk tidak ikut rapat itu. Malam itu juga turut hadir beberapa
perwaklian kelembagaan seperti Cahyono, Oktaf dan Wanda.
Inilah yang
saya pertanyakan pada konsolidasi tanggal 27 Agustus. Ini seperti kemunduran
dalam berdemokrasi di Kampus sendiri.
Pada
konsolidasi itu saya membawa Ambar Alyanada, Meila Dita Sukmana dan Humaira
Salsabila ikut konsolidasi di Gedung “Nusantara” Biru Langit. Ambar baru saja
mengisi posisi penting di Bahana sebagai redaktur. Saya minta ikut karena agar
dia tahu proses Konsolidasi berjalan. Itu pertama kali ia mengikuti
konsolidasi.
Seperti yang
wila sampaikan di opininya, usai Randi (Presiden Mahasiswa) mencoba menengahi, konsolidasi
langsung berjalan. Pembahasan langsung kepada tema yang memang seharusnya
dibahas malam itu. Pada akhirnya para ‘ibuk-ibuk’ tersebut juga ikut rapat
hingga akhir.
Usai rapat
sebelum pulang saya jelaskan bagaimana rapat di Bahana yang tak membatasi
jam
perempuan dalam waktu rapat. Saya
juga berseloroh, kapan-kapan BEM bisa ikut diskusi malam di Bahana agar melihat
langsung bagaimana suasana rapat hingga tengah malam dengan keikutsertaan
‘ibuk-ibuk’ didalamnya.
Kali kedua diminta pulang
Tanggal 5
September BEM Unri kembali mengundang konsolidasi semua kelembagaan, dan
dilaksanakan malam hari lagi.
Kali ini saya
minta Diki Pangindra dan Annisa Febiola untuk datang. Keduanya tengah
menjalankan liputan dengan pembahasan yang sama dengan tema konsolidasi, yaitu
perihal Pemilihan Rektor yang tak kunjung dilaksanakan. Belakangan, Ambar,
Meila dan Reva juga ikut hadir.
Pukul
setengah sembilan malam Meila dan Reva datang terlebih dulu di Sekre BEM, Kedua
kru Bahana duduk di parkiran, menunggu kedatangan kru lain. Belasan tamu BEM sudah
berada di dalam.
Dari teras
Sekre, seorang perwakilan BEM mendatangi mereka.
“Dari mana
kak?”
Dari Bahana.
Oh ya tunggu
aja ya.
Perwakilan
BEM lalu kembali ke dalam. Meila dan Reva lalu duduk bangku oranye yang ada di
depan sekre. Sepuluh menit berselang Annisa dan Ambar datang. Mereka berempat
lalu masuk ke dalam. Diki datang lima menit kemudian.
Konsolidasi dimulai,
dipimpin oleh Popo Haryanto, Menteri Hadvokesma Unri. Sebelum memulai
pembahasan, Popo mengucapkan permintaan maaf jika ucapannya di konsolidasi
sebelumnya menyinggung Kru Bahana yang hadir.
Saat
konsolidasi sudah berjalan lima menit, dari luar pintu Arianto Dandres, Menteri
Sekretaris Kabinet menghampiri Annisa yang duduk paling dekat dengan pintu
masuk.
“Ada yang mau didiskusikan,” kata Ari.
“Ada yang mau didiskusikan,” kata Ari.
Annisa lalu keluar.
Dia bilang rapat malam hanya boleh diikuti oleh bapak-bapak. “Yang ibu-ibu
hanya boleh sampai pukul enam sore, Maaf, bukan bermaksud mengusir,” katanya. Ia
juga sampaikan jika ada yang mau disampaikan oleh perempuan bisa diwakilkan
oleh yang laki-laki. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan.
Annisa
menolak untuk pulang “Sebelum kesini kami sudah mempertimbangkan urusan
keselamatan, biarlah jadi urusan kami”ujar Annisa. Ari tetap mendesak kru
perempuan Bahana untuk pulang.
Annisa masuk
ke dalam menyampaikan pesan itu kepada kru lain, Meila kemudian keluar untuk
menemuinya. Ari tetap bersikeras menyuruh kru bahana untuk pulang, dengan
mengulang-ulang pernyataan tentang peraturan. Meila tetap menolak untuk pulang.
Kemudian
Ambar datang keluar. Ambar bilang perwakilan Bahana harus ikut konsolidasi ini
karena kru Bahana yang hadir merupakan tim Penulis Pemilihan Rektor.
“Perwakilan
laki-laki Bahana akan merekam isi konsolidasi lalu disampaikan ke yang lain,
nantinya jika ibu-ibu ini ada tanggapan bisa langsung disampaikan ke bem siang
hari berikutnya” ujarnya.
Ambar tetap
menolak usulan itu dan mempertanyakan kenapa konsolidasi tidak dilakukan siang
atau sore hari.
Setelah debat
memakan waktu yang cukup lama, Semua kru perempuan dibolehkan masuk dan
mengikuti konsolidasi sampai selesai. Konsolidasi sendiri berakhir sekitar
pukul dua belas malam.
Lalu, ke depan seperti apa?
Timbul
pertanyaan, bagaimana pertemuan yang akan berjalan ke depan. Apakah tetap
akan ada perdebatan lagi sebelum pembahasan dimulai, yang meminta perempuan
untuk pulang?. Wallahu A’lam
Saya disini tak
akan menjelaskan panjang lebar bagaimana tanggapan Bahana atas pelarangan jam
malam ini, Wila sudah menyampaikan sikap Bahana di opininya. Tanggapan mengenai
opini Wila juga sudah banyak. Setidaknya sampai tulisan ini terbit ada empat
tulisan yang membahas setuju atau tidaknya perempuan ikut pertemuan di BEM pada
malam hari. Saya juga tidak sampaikan teori-teori tentang kesetaraan jender,
toilet ataupun perempuan menolak mengangkat satu sak semen.
Yang saya tambahkan
hanya sejarah. Sama seperti yang disampaikan keempat postingan itu Kita juga harus belajar dari Sejarah.
Tapi saya tak mengambil mengambil contoh tokoh yang berada di era pergerakan
nasional macam Laksamana Malahayati maupun RA Kartini.
Cukup dua tahun terakhir. Dan keduanya masih hidup, bisa kita
temui, jika ingin berdiskusi.
Pertama, saat
masa Abdul Khoir, konsolidasi dengan seluruh kelembagaan Mahasiswa. Ia mengambil
jalan tengah. Konsolidasi tak mesti dilakukan di BEM Unri. Saat itu pertemuan
dilaksanakan di Mapala Phylomina membahas aksi “menurunkan” Syafrial, Wakil
Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni sebelumnya.
Diskusi ditemani
jagung bakar dan minuman dingin. Seluruh peserta yang hadir tak ada
mempermasalahkan kehadiran kaum hawa dalam rapat. Setelah selesai konsolidasi,
timbul pertanyaan di forum “Selanjutnya di Kelembagaan mana lagi? Bahana?
Menwa? Atau siapa?”
Tentu kondisi
konsolidasi macam ini merekatkan Kelembagaan yang ada di kampus.
Ini juga bisa
jadi solusi agar lebih banyak lagi UKM yang ikut serta dalam rapat. Pasalnya,
dalam dua konsolidasi terakhir, hanya Bahana yang ikut. Selebihnya perwakilan
BEM dan DPM di tingkat Universitas.
Jika BEM
mengundang ada UKM yang tidak datang, bagaimana kalau pertemuan diadakan di
salah satu UKM?. Mengenai keamanan? Tentu kita bisa berkoordinasi dengan Resimen
Mahasiswa. Komandan pasti akan mendukung konsolidasi yang kita adakan.
Kedua, di
zaman Renaldi konsolidasi dilakukan di malam hari dan dilaksanakan di BEM UNRI,
tanpa mempersoalkan yang datang itu laki-laki atau perempuan.
Pilihan ada
kepada pengurus BEM yang baru. Mereka akan dilantik senin (10/9) ini.
Tinggal
memilih opsi yang dilakukan di zaman Khoir atau Renaldi. Atau memilih ide lain,
Konsolidasi dilaksanakan tidak pada malam hari agar perempuan bisa ikut menyumbangkan
pendapat. Atau tetap seperti sekarang? Konsolidasi dilakukan malam hari, dan
tetap meminta perempuan pulang sebelum konsolidasi dimulai.
Semua pertanyaan di atas dapat kita dapatkan jawabannya pada
undangan Konsolidasi berikutnya. Dan Bahana siap menjadi tuan rumah pertemuan seluruh
kelembagaan jika diminta. Tentu banyak tema yang bisa kita diskusikan.
Bisa isu
inteernasional, nasional, lokal atau dari dalam kampus sendiri. Misal dugaan plagiat
seorang dekan di lingkungan kampus. Liputan ini bisa jadi pengantar bahan untuk
diskusi, .
Saya
mengapresiasi semua tulisan yang sudah bermunculan. Semuanya tentu membuka
pikiran kita dan menambah wawasan (terutama tentang perempuan). Kedepan
tentunya kita juga harus lebih banyak membicarakan solusi atas permasalahan
ini.
Terima kasih
juga buat Randi Lorena, yang mengeluarkan opininya demi membangun Almamaternya
dan yang membuat saya kembali mengisi blog ini. Tentang pergantian ketua,
tenang saja. Kami di internal sudah siapkan tagar #2019gantipimum :D
Agus
Alfinanda, suka (baca buku terbitan) mojok.
Komentar
Posting Komentar