Langsung ke konten utama

Ladu, Alam Kemanusiaan dan Romantisme

Judul         : Ladu
Penulis      : Tosca Santoso 
Tebal         : v + 322 halaman
Terbit        : 2016
Penerbit    : Kaliandra





SEBUAH novel berjudul Ladu telah dilaunching di sebuah cafe jalan Rajawali, Pekanbaru, akhir Mei lalu. Green Radio —media informasi yang fokus mengabarkan tentang lingkungan—sebagai penanggungjawab peluncuran novel tersebut. Novel ini juga telah dilaunching dibeberapa tempat di Jakarta hingga Bogor.

Ladu dikenal dalam bahasa Jawa. Maknanya, endapan tanah merah. Seperti partikel Tuhan, ia pembentuk zat yang hidup dan tak hidup. Puitisnya, Ladu adalah awal dan akhir sekaligus.

Penulisnya Tosca Santoso. Ini adalah novel keduanya setelah Sarongge yang juga pernah diluncurkan di Pekanbaru. Keduanya bercerita tentang alam, kehidupan dan romantisme. Namun, Ladu mengambil background cerita dari perjalanan mendaki gunung.

Yanis dan Sunarti merupakan sepasang manusia yang menjadi tokoh dalam novel kali ini. Perjumpaan awal mereka pertama kali terjadi di Kaliadem, sebuah perkampungan dekat lereng gunung merapi.
Suasana kedatangan mereka untuk yang kedua kalinya sudah jauh berbeda. Kerucut merapi tidak lagi berbentuk sempurna akibat muntahan cairan magma yang baru saja reda dan menenggelamkan pemukiman. Kini, persis tempat mereka berdiri adalah sebuah perkampungan yang dulunya menjadi tempat persinggahan.

Dari sini mereka memulai petualangan dari gunung ke gunung. Dari Kaliadem, Liangan, Pelataran Dieng, Gede Pangrango, Kelud, Rinjani, Tambora hingga Lore Lindu. Mereka bermalam disetiap gunung yang disinggahi. Kopi asli yang diperoleh dari penduduk setempat menemani malam mereka.
Dari tiap lereng gunung yang mereka datangi mengalir banyak cerita. Cara masyarakat bertahan dan bergantung hidup dikaki gunung serta memahami tanda-tanda alam, menjadi sebuah pelajaran tersendiri bagi kedua insan ini.

Masyarakat tidak hanya semata mengambil hasil alam, tetapi juga menjaganya dan berdoa selalu agar
diberi keberuntungan dari sertiap peristiwa yang terjadi.

Segala macam ritual dan adat istiadat masih kental dilakukan oleh masyarakat. Ini semua demi menjalin kehidupan damai dengan alam, dan menghormati leluhur terdahulu. Tak jarang, Yanis dan Sunarti menerawang kembali sebuah peradaban yang dulunya pernah berjaya.

Ladu tidak hanya bercerita tentang letusan gunung dan hilangnya sebuah pemukiman dan kesuburan tanah. Malam-malam Yanis dan Sunarti dilereng gunung diisi dengan persoalan kemanusiaan, cinta, keyakinan dan keabadian. Dua hal ini menjadi perdebatan tersendiri antara mereka.

Meski memiliki keyakinan yang berbeda terhadap ciptaan Tuhan, mereka tidak semata menghujat keyakinan orang kebanyakan. Bagi mereka, keyakinan yang dianut adalah pilihan setiap insan. Adalah tanggungjawab insan tersebut dengan penciptanya atas keyakinan yang dipilih.

Mereka juga memprotes orang yang melakukan tindakan kekerasan hanya karena keyakinan yang dianut.

Beginilah hari-hari perjalanan mereka. Penuh dengan pertanyaan dalam hati. Mereka hanya bisa berdiskusi dan mencurahkannya satu sama lain. Menghabiskan waktu bersama dilereng gunung. Memahami tiap perisitwa yang terjadi dan mencari tahu kehidupan sosial masyarakat. Jarang keduanya pulang ke rumah.

Yanis adalah seorang pemuda dari wilayah timur Indonesia. Sedangkan Sunarti perempuan Jawa berkerudung yang dulunya taat beribadah.

Disatu kesempatan mengunjungi gunung di Pulau Jawa, Sunarti menyempatkan pulang ke rumah bersama Yanis. Ibunya yang sudah lama tak berjumpa merasa senang dan seketika murung saat melihat anaknya. Perubahan telah terjadi pada diri Sunarti. Ia telah keluar dari keyakinannya.

Kesedihan bahkan semakin mendera hati perempuan tersebut. Sunarti mengabarkan bahwa ia telah menikah dengan Yanis. Pernikahan ini tanpa sepengetahuan orangtuanya. Bahkan orangtua Yanis pun tidak mengetahuinya. Mereka menikah di Pager Jurang.

Meski begitu, ibu Sunarti tidak bisa menghalangi keinginan anaknya. Ia hanya berdoa agar anaknya selalu diberi perlindungan dan keselamatan, yang tentunya dibukakan kembali jalan hidup yang semula.
Cerita diatas hanya sepenggelan peristiwa dalam novel. Jika dibaca lebih jauh, banyak pelajaran yang dapat dimaknai. Terutama bagaimana hidup damai dengan alam, menghargai dan menjaganya. Sisi kemanusiaan yang ditampilkan dalam cerita ini juga dapat menjadi renungan. Cinta dan romantisme hanyalah sebagai jalan tengah dalam alur cerita.

Tak ketinggalan, sebagai penikmat kopi, berbagai macam jenis bubuk hitam khas nusantara ini juga diperkenalkan oleh Tosca Santoso.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wewenang Mengatur Adat Istiadat Pada Khalifah Kuntu

Bangunan Simetris itu terlihat berbeda dari bangunan di sekelilingnya. Atapnya berbentuk limas yang diberi dua kubah di atasnya. Bangunan ini menjadi dua bagian yang berbeda setelah dilakukan renovasi pada 2010. Pasalnya pembangunan hanya menyentuh bagian depan sementara bagian belakang masih terlihat seperti bangunan lama. Ia lah sebuah bangunan yang dikenal masyarakat sebagai Istana Kerajaan Gunung Sahilan. Terletak di Kecamatan Gunung Sahilan yang sekarang menjadi bagian wilayah administrasi Kabupaten Kampar. Kecamatan Gunung Sahilan merupakan pemekaran dari kecamatan Kampar Kiri. Sekarang istana ini dijaga oleh Azirman yang menikahi Sarbiati, cucu dari raja terakhir, Tengku Sulung. Dalam buku Sejarah Adat Istiadat Kampar Kiri yang ditulis Tengku Haji Ibrahim, Sekretaris Kerajaan Gunung Sahilan pada 1939, Raja pertama Kerajaan Gunung Sahilan merupakan keturunan Raja Pagaruyung, bernama Tengku Yang Dipertuan Bujang Sakti bergelar Sultan Panyubayang. Memerintah pada tahun 1700 h...

Dua kali diundang, Dua kali diminta pulang

  Dalam sepuluh hari terakhir, BEM Unri bikin dua konsolidasi. Keduanya mengundang seluruh kelembagaan se-Universitas Riau. Di kedua pertemuan itu perempuan yang hadir diminta tak ikut serta. Alasannya perempuan dilarang berkegiatan di Sekre BEM dan DPM Unri lewat dari pukul enam sore. Sebenarnya saya tak berniat membuat balasan dari tulisan saudara Randi, karena Tulisan Randi mengupas tulisan yang dituliskan Wilingga. Lebih baik lagi jika Wila yang juga membalasnya. Tulisan Wila menyoal pelarangan perempuan ikut rapat di malam hari.   Namun, Ada poin-poin yang harus saya jelaskan mengenai tulisan Randi. Terutama poin kedua. (tulisan dapat dibaca di http://bahanamahasiswa.co/2018/09/05/paradoksnya-sikap-bem-unri-soal-demokrasi/ ). Kami memprediksi dari awal, akan ada opini balasan dari pengurus BEM yang tengah aktif saat ini. Ternyata yang mengeluarkan opini ialah Randi yang telah menjadi Alumni di UNRI, bukan Randi Presiden Mahasiswa. Judulnya Jangan Jadikan Ge...

Perjalanan Sapiens Dari Saat hidup Nomaden Hingga Masa Sains Modern

Homo Sapiens merupakan kelompok mamalia yang   memiliki kecerdasan yang tinggi. Ini merupakan istilah biologi terhadap manusia modern saat ini. Hewan-hewan yang sangat mirip manusia modern muncul pertama kali diperkirakan sekitar 2,5 juta tahun yang lalu di Afrika Timur. Peneliti menyebutnya Australophitecus , yang berarti kera selatan. Kemunculan hewan-hewan tersebut hanya bertahan hingga 10000 tahun terakhir. Sapiens merupakan satu-satunya spesies dari genus homo yang tersisa. Sapiens sendiri diperkirakan sejak 100.000 tahun terakhir. Menurut Yuval Noah, ada tiga Revolusi penting dalam membentuk jalannya sejarah Sapiens hingga sekarang, yaitu : Revolusi Kognitif, Revolusi Pertanian dan Revolusi Sains. Revolusi Kognitif dimulai sekitar 70.000 tahun silam. Ini ditandai dengan kemunculan cara-cara baru berpikir dan berkomunikasi. Peneliti percaya bahwa mutasi-mutasi genetik tanpa sengaja mengubah sambungan-sambungan di dalam otak Sapiens, memungkinkan mereka ber...